Catatan pinggir: Facebook.com/tubagusencep
Kulihat lagi wajah itu, berjalan perlahan menuju pesantren. Di teras kantor Diniyah ia berhenti dan duduk dalam diam. Ya, wajah itu sering kulihat, kadang ia nongkrong di warung santri yang menyediakan makanan kecil sekaligus juga menjual buku-buku tuqilan yang menjadi bahan kajian anak santri di pesantren itu.
"Kenapa kamu terlambat lagi " Aku mencegatnya yang terburu-buru mencoba melewatiku untuk segera masuk dalam kelas. "Berdiri depan kelas...!" Sambungku. Memoriku membuka kembali ke lingkaran waktu yang telah berlalu.
Wajah yang sering kulihat itu memang miliknya. Wajah milik murid terakhirku dua tahun lalu. Mengapa wajah itu sering kulihat kembali mundar-mandir di sekitar pesantren tempatku mengabdikan diri sebagai tenaga pendidik. Bukankan seharusnya ia ada di rumahnya atau sibuk dengan mata pelajaran kuliahnya, sesuai berita yang kudengar tentang pemilik wajah itu.
Kulihat lagi wajah itu, berjalan perlahan dan mencoba berbelok arah dengan cepat sesaat melihatku berjalan berhadapan arah dengannya. Segera kusapa sambil memasang senyum termanisku, "Assalamu'alaikum , apa khabar..?". Pemilik wajah itu menjawab dengan lemah tanpa riak semangat dalam wajahnya, "Baik tadz...."
Kurangkul bahunya dengan erat."Mari ikut bapak ke kantor Aliyah, bapak sudah kangen ingin ngobrol denganmu". Terasa ada gerakan tubuh sesaat, kupererat rangkulanku dan kugiring ia menuju kantor guru.
"Saya menyesal tadz, dulu malas mengaji dan tidak belajar dengan sebaik-baiknya". Pemilik wajah itu bercerita ketika kutanyakan seringnya ia mampir kembali ke almamaternya. "Saya kesulitan menghadapi masyarakat ketika mereka meminta saya untuk jadi khatib salat ju'mat, kadang saya didaulat untuk memimpin tahlil tadz...." . Pemilik wajah itu menunduk menceritakan kesulitannya berhadapan dengan masyarakat di kampung halamannya.
Kini kutahu mengapa pemilik wajah itu sering kulihat kembali dan nongkrong mengobrol bersama penunggu warung yang menyediakan kitab tuqilan itu. .............................................................................................................
Tiba-tiba pikiranku melayang pada seorang anak, yang empat hari lalu kuantarkan kembali kepada orang tuanya.
Mencoba membanding-banding.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar