(Facebook.com/tubagusencep)
10 April 2012 pukul 11:35
Terus terang saya punya kebiasaan buruk yang tak bisa dihilangkan sampai saat ini yaitu merokok, sehari kadang bisa sampai dua bungkus tergantung situasi dan kondisinya. Saya tak akan bicara tentang rokok kali ini tapi akan bercerita tentang tukang gas keliling langganan saya yang bernama pak Edi asal Kadubanen Pandeglang. Dulu ia sering berkeliling dengan sepeda tuanya tapi sekarang sudah tak bersamanya lagi, entah mengapa. Dan saya tak punya keberanian menanyakannya. Ia memiliki anak yang masih sekolah SMA dan mengurusi mertuanya yang sakit-sakitan, suatu ketika pernah bertemu dengannya ketika mengantar berobat mertuanya di sebuah balai pengobatan di Sampai Rangkasbitung. Meski ia hanya tukang isi gas yang tak seberapa seberapa pendapatannya tapi tak terlihat dari wajahnya kusut atau mengeluh walau dari bahasa tubuhnya sekalipun. Ia selalu terlihat bersemangat dan memancarkan wajah bahagia. Itu yang saya kagumi dari sosok pak Edi si tukang isi korek gas.
Mengapa Kehidupan pak Edi terlihat bahagia dan tak terlihat beban berat walaupun kehidupannya sederhana?. Jamil Azzaini dalam bukunya “Menyemai impian, meraih sukses mulia”, inspirator yang saya kagumi menjelaskan tentang dua lingkaran kehidupan yang kita miliki di dunia ini.
Lingkaran pertama: Jamil Azzaini menjelaskan adalah lingkaran yang menguasai kita. Pada lingkaran ini kita tak memiliki peran atau kuasa apapun. Semua sudah menjadi suratan atau ketentuan. Contohnya, kita tak bisa memilih siapa orang tua kita, bentuk wajah, jenis kelamin atau warna kulit. Semua sudah ditentukan oleh Allah SWT.
Lingkaran kedua: adalah lingkaran yang kita kuasai. Kitalah yang menentukan mau makan apa hari ini, atau kita mau facebook-an semalaman suntuk atau cukup setengah jam saja, semua kita yang menentukan. Dengan lingkaran ini kita bisa memilih pekerjaan yang cocok dengan hati nurani kita atau memilih hobi masing-masing. Atau sebaliknya, kita tetap bekerja pada sebuah pekerjaan yang tidak sesuai dengan prinsip hidup kita. Pada lingkaran ini, hidup menjadi pilihan.
Pada lingkaran pertama, sikap yang sebaiknya kita tampilkan adalah bersabar dan menerima apa adanya. Kita harus bersabar bila memang terlahir memiliki kulit hitam gelap atau dilahirkan dengan hidung pesek. Sementara pada lingkaran kedua: sikap kita adalah bersyukur, yakni dengan cara mengoptimalkan semua potensi yang kita miliki untuk menebar kebaikan dan manfaat yang banyak kepada semua orang. Bagi mereka yang memiliki kulit hitam tak perlu harus operasi ganti kulit atau operasi hidung mancung agar disukai orang. Tetapi lebih baik mengoptimalkan kelebihan yang ada pada kita.
Mengucapkan terima kasih saat kita menerima pemberian orang lain, belum bisa dikatakan bersyukur. Mengapa? Boleh jadi apa yang kita terima tersebut tak kita manfaatkan sebaik-baiknya. Bersyukur yang benar adalah mengucapkan terima kasih disertai pemanfaatan sebaik-baiknya pemberian tersebut. Mungkin terima kasih yang tepat pada guru atau kiyai kita adalah dengan memanfaatkan ilmu yang diajarkan kiyai kita dengan sebaik-baiknya, minimal untuk diri kita sendiri. Jangan sampai dengan ilmu kita tersebut dimanfaatkan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak baik.
Begitu pula nikmat Allah yang telah diberikan pada kita baik lewat alam semesta maupun yang melekat pada kita. Kita bisa dikatakan bersyukur bila kita mampu mengoptimalkan dan memanfaatkan semua pemberian Allah SWT untuk kebaikan diri kita dan orang banyak.
Maka rasanya tak salah (kalau diijinkan mengenang) ayahanda tercinta, guru kita KH.TB.A. Quaisjini selalu mengatakan dalam setiap kesempatan “Khoirunnas ‘anfa’uhum linnas”, sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya pada yang lainnya.
Kembali pada cerita awal di atas, pak Edi tukang isi korek gas langganan saya harus bersabar tidak dilahirkan bukan dari keluarga yang berada, tapi ia bersyukur dengan bekerja keras keliling kampung menawarkan jasa mengisi korek gas sambil tetap tersenyum dan dan riang dalam menjalankan kehidupannya. Dan jujur setiap bertemu dengan pak Edi tersebut, saya selalu mendapatkan energi yang positif darinya. (Kalau pembaca gak yakin silahkan sekali-kali ke Turus dan mungkin bisa berjumpa dengannya).
Hidup adalah pilihan. Kita boleh saja asyik masyuk berdiam diri di rumah tanpa aktivitas apapun, menyalahkan kondisi lapangan pekerjaan yang semakin sedikit dan sulit didapat. Bergantung terus pada orang lain dan membebaninya, menyalahkan keluarga yang tak memahaminya, tak mau aktif dalam kegiatan apapun dan segala macam alasan yang dibuatnya.
Pilihan orang yang bersyukur adalah selalu proaktif dalam setiap langkahnya, menyelesaikan setiap pekerjaannya kemudian mencari tantangan baru. Orang bersyukur tidak menunggu pekerjaan yang datang padanya tetapi ia akan mencarinya dan kemudian menyelesaikan amanat itu dengan sebaik-baiknya. Selalu ingin berprestasi dan member manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang lain.
Orang yang bersyukur selalu ditambah nikmatnya oleh Allah SWT, contohnya pak Edi tukang isi gas langganan saya, ia mensyukuri hidupnya dengan bekerja keras tanpa mengeluh sedikitpun. Makanya walau ia hanya tukang isi gas, ia bersyukur terus dan menterjemahkannya dengan bekerja kera.
Sungguh kulihat ia kaya di mataku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar